Para ilmuwan sudah lama mengetahui bahwa skizofrenia diturunkan, 1% dari populasi umum tetapi 10% pada masyarakat yang mempunyai hubungan derajat pertama seperti orang tua, kakak laki laki ataupun perempuan dengan skizofrenia. Masyarakat yang mempunyai hubungan derajat ke dua seperti paman, bibi, kakek / nenek dan sepupu dikatakan lebih sering dibandingkan populasi umum. Kembar identik 40% sampai 65% berpeluang menderita skizofrenia sedangkan kembar dizigotik 12%. Anak dan kedua orang tua yang skizofrenia berpeluang 40%, satu orang tua 12%.
Riwayat
Faktor resiko penyakit ini termasuk :
- Riwayat skizofrenia dalam keluarga
- Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri, dan/atau impulsivitas.
- Stress lingkungan
- Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat kecil.
- Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena dideritanya gangguan ini
Penyakit Skizofrenia Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetic herediter. Kemungkinan menderita gangguan ini meningkat dengan adanya kedekatan genetic dengan, dan beratnya penyakit, probandnya. Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.
Semua tanda dan gejala skizofrenia telah ditemukan pada orang-orang bukan penderita skizofrenia akibat lesi system syaraf pusat atau akibat gangguan fisik lainnya. Gejala dan tanda psikotik tidak satu pun khas pada semua penderita skizofrenia. Hal ini menyebabkan sulitnya menegakkan diagnosis pasti untuk gangguan skizofrenia. Keputusan klinis diambil berdasarkan sebagian pada
- Tanda dan gejala yang ada
- Rriwayat psikiatri
- Setelah menyingkirkan semua etiologi organic yang nyata seperti keracunan dan putus obat akut.
Penanganan
Terapi / Tatalaksana |
I. Psikofarmaka |
-
Pemilihan obat Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek klinis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan utama pada efek sekunder ( efek samping: sedasi, otonomik, ekstrapiramidal). Pemilihan jenis antipsikosis mempertimbangkan gejala psikosis yang dominan dan efek samping obat. Pergantian disesuaikan dengan dosis ekivalen. Apabila obat antipsikosis tertentu tidak memberikan respons klinis dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang tepat, dapat diganti dengan obat antipsikosis lain (sebaiknya dan golongan yang tidak sama) dengan dosis ekivalennya. Apabila dalam riwayat penggunaan obat antipsikosis sebelumnya sudah terbukti efektif dan efek sampingnya ditolerir baik, maka dapat dipilih kembali untuk pemakaian sekarang. Bila gejala negatif lebih menonjol dari gejala positif pilihannya adalah obat antipsikosis atipikal, Sebaliknya bila gejala positif lebih menonjol dibandingkan gejala negatif pilihannya adalah tipikal. Begitu juga pasien-pasien dengan efek samping ekstrapiramidal pilihan kita adalah jenis atipikal. Obat antipsikotik yang beredar dipasaran dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu antipsikotik generasi pertama (APG I) dan antipsikotik generasi ke dua (APG ll). APG I bekerja dengan memblok reseptor D2 di mesolimbik, mesokortikal, nigostriatal dan tuberoinfundibular sehingga dengan cepat menurunkan gejala positif tetapi pemakaian lama dapat memberikan efek samping berupa: gangguan ekstrapiramidal, tardive dyskinesia, peningkatan kadar prolaktin yang akan menyebabkan disfungsi seksual / peningkatan berat badan dan memperberat gejala negatif maupun kognitif. Selain itu APG I menimbulkan efek samping antikolinergik seperti mulut kering pandangan kabur gangguaniniksi, defekasi dan hipotensi. APG I dapat dibagi lagi menjadi potensi tinggi bila dosis yang digunakan kurang atau sama dengan 10 mg diantaranya adalah trifluoperazine, fluphenazine, haloperidol dan pimozide. Obat-obat ini digunakan untuk mengatasi sindrom psikosis dengan gejala dominan apatis, menarik diri, hipoaktif, waham dan halusinasi. Potensi rendah bila dosisnya lebih dan 50 mg diantaranya adalah Chlorpromazine dan thiondazine digunakan pada penderita dengan gejala dominan gaduh gelisah, hiperaktif dan sulit tidur. APG II sering disebut sebagai serotonin dopamin antagonis (SDA) atau antipsikotik atipikal. Bekerja melalui interaksi serotonin dan dopamin pada ke empat jalur dopamin di otak yang menyebabkan rendahnya efek samping extrapiramidal dan sangat efektif mengatasi gejala negatif. Obat yang tersedia untuk golongan ini adalah clozapine, olanzapine, quetiapine dan rispendon.
- Pengaturan Dosis
Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan:
- Onset efek primer (efek klinis) : 2-4ininggu
Onset efek sekunder (efek samping) : 2-6 jam
- Waktu paruh : 12-24 jam (pemberian 1-2 x/hr)
- Dosis pagi dan malam dapat berbeda (pagi kecil, malam besar) sehingga tidak mengganggu kualitas hidup penderita.
- Obat antipsikosis long acting : fluphenazine decanoate 25 mg/cc atau haloperidol decanoas 50 mg/cc, IM untuk 2-4ininggu. Berguna untuk pasien yang tidak/sulitininum obat, dan untuk terapi pemeliharaan.
-
Cara / Lama pemberian Mulai dengan dosis awal sesuai dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hr sampai mencapai dosis efektif (sindrom psikosis reda), dievaluasi setiap 2ininggu bila pertu dinaikkan sampai dosis optimal kemudian dipertahankan 8-12ininggu. (stabilisasi). Diturunkan setiap 2ininggu (dosis maintenance) lalu dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun ( diselingi drug holiday 1-2/hari/minggu) setelah itu tapering off (dosis diturunkan 2-4ininggu) lalu stop.
Untuk pasien dengan serangan sindrom psikosis multiepisode, terapi pemeliharaan paling sedikit 5 tahun (ini dapat menurunkan derajat kekambuhan 2,5 sampai 5 kali). Pada umumnya pemberian obat antipsikosis sebaiknya dipertahankan selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis reda sama sekali. Pada penghentian mendadak dapat timbul gejala cholinergic rebound gangguan lambung, mual, muntah, diare, pusing dan gemetar. Keadaan ini dapat diatasi dengan pemberian anticholmnergic agent seperti injeksi sulfas atropin 0,25 mg IM, tablet trhexyphenidyl 3x2 mg/hari.
|
II. Terapi Psikososial |
Ada beberapa macam metode yang dapat dilakukan antara lain : |
- Psikoterapi individual
- Terapi suportif
- Sosial skill training
- Terapi okupasi
- Terapi kognitif dan perilaku (CBT)
- Psikoterapi kelompok
- Psikoterapi keluarga
- Manajemen kasus
- Assertive Community Treatment (ACT)
|
Gangguan Psikosis lainnya |
Gangguan Waham
Pedoman Diagnosis |
-
Waham-waham merupakan satu-satunya ciri khas klinik atau gejala yang paling mencolok. Waham-waham tersebut (baik tunggal maupun sebagai suatu sistem waham) harus sudah ada sedikitnya 3 bulan lamanya, dan harus bersifat khas pribadi (personal) dan bukan budaya setempat
-
Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap I “full-blown”, mungkin terjadi secara intermiten, dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu.
-
Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak
-
Tidak boleh ada halusinasi auditonk atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat sementara
-
Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan, siar pikiran, penumpulan afek, dsb)
|
Artikel
Purworejo, Kompas - Sebanyak 80 persen penderita gangguan mental skizofrenia tidak diobati. Sebagian penderita gangguan jiwa ini menjadi tidak produktif, bahkan ditelantarkan sebagai psikotik yang berkeliaran di jalan-jalan.
”Berdasarkan survei Kementerian Sosial tahun 2008, penderita skizofrenia di Indonesia ada 650.000 orang. Sekitar 30.000 orang dipasung dengan alasan agar tidak membahayakan orang lain atau menutupi aib keluarga,” kata psikolog Tjipto Susana dari Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Kamis (2/6), dalam seminar kesehatan jiwa ”Pandangan dan Pemahaman tentang Kesehatan dan Gangguan Jiwa” di Purworejo, Jawa Tengah
Kompas.com - Riset pada tahun 2007 menunjukkan bahwa 11,6% warga Indonesia menderita gangguan jiwa ringan dan 0,46% menderita gangguan jiwa berat. Meski angka tersebut terbilang cukup besar, ternyata penanganan terhadap Orang Dengan Masalah Kejiawaan (OMDK) belum maksimal, salah satunya masalah obat.
"Jumlah obat yang ada saat ini masih terbatas. Ini masalah sebab kita mengkonsumsi obat dalam jangka waktu lama. Kalau kita sudah minum satu obat dalam 5 tahun, kadang kita merasa obatnya sudah tidak mempan lagi," kata Suhari, salah satu ODMK.
Suhari mengatakan, varietas obat saat ini harus ditambah, terutama jenis obat injeksi. Menurutnya, obat injeksi lebih efektif daripada obat oral sebab bisa menjaga ODMK tetap dalam kondisi "stabil" dalam jangka waktu yang lebih lama.
"Jenis obat injeksi yang termasuk murah saat ini baru ada 2. Itu sekali suntik 250 ribu rupiah setiap 2 minggu atau 4 minggu. Saya usulkan jumlah itu ditambah," ucap Suhari ketika ditemui dalam ajang Biennale#14.2011, Minggu (16/10/2011) di Taman ismail Marzuki, Jakarta.
Obat-obatan
Perawatan psikiatris baris pertama untuk skizofrenia adalah obat antipsychotic. Ini dapat mengurangi gejala positif psikosis. Kebanyakan obat anti-kejang mengambil sekitar 7–14 hari untuk memiliki efek utama mereka. Saat ini tersedia antipsikotik gagal namun untuk secara signifikan memperbaiki negatif gejala, dan perbaikan kognisi dapat dikaitkan dengan efek praktek.
daftar pustaka
http://klinis.wordpress.com/2007/08/31/skizofrenia/ (akses 21 januari 2012)
http://www.resep.web.id/kesehatan/mengenal-penyakit-skizofrenia-salah-satu-gangguan-psikosis-fungsional.htm (akses 21 januari 2012)
http://www.idijakbar.com/prosiding/skizofrenia.htm (akses 21 januari 2012)
http://health.kompas.com/read/2011/06/03/07014272/80.Persen.Penderita.Skizofrenia.Tak.Diobati (akses 21 januari 2012)
http://www.news-medical.net/health/Schizophrenia-Medication-%28Indonesian%29.aspx (akses 21 januari 2012)
http://health.kompas.com/read/2011/10/17/1126496/Perlu.Tambahan.Varietas.Obat.Skizofrenia (akses 21 januari 2012)
| | |
No comments:
Post a Comment